Minggu, 05 Februari 2012

HIKMAH MAULID NABI SAW

HIKMAH MAULID NABI SAW

Dan kami tidak mengutusmu (Muhammad) melainkan kepada segenap umat manusia, sebagai pembawa berita dan pemberi peringatan. Tetapi kebanyakan manusia tidak rnengetahui.” (Q.S. Saba’: 28).

Muhammad Rasulullah saw. dilahirkan di tengahtengah keluarga Bani Hasyim di Makkatul Mukarramah pada hari Senin, tanggal 12 Rabi’ul Awwal permulaan tahun dan peristiwa gajah; bertepatan dengan tanggal 20 April 571 M, dan empat puluh tahun setelah kekuasaan Kisra Anusyirwan.1 Saat itu, yang menjadi bidan untuk merawatnya adalah Siti Syifa’ ibu sahabat Abdurrahman bin ‘Auf r.a.2
Tradisi peringatan Maulid Nabi itu dihidupkan oleh Shalahuddin al Ayyubi adalah seorang sultan dan pemimpin perang yang sangat dikenal kelembutannya, sangat menghargai para sufi.3
Ada hal terpenting dalam suasana peringatan Maulid Nabi seperti ini. adalah menanamkan pada diri anak-anak kecintaan kepada Nabi saw. Sejarah kehidupan beliau pun mestinya harus diajarkan kepada anak-anak. Sehingga suri tauladan kehidupan yang beliau contohkan dapat terserap dalam pikiran mereka. Begitu pula halnya sejarah tauladan para sahabat Nabi radhiyallahu ‘anhum.
Karenanya diperlukan bahan bacaan sebagai referensi dalam mengajarkan nilai-nilai yang terkandung dalam sejarah dan Sunnah Rasulullah saw. Bahwa saat ini Alhamdulillah, hampir di setiap keluarga muslim memiliki Al Quran dan sekaligus dengan terjemahannya, sehingga selain membacanya dapat pula mengetahui arti dari kumpulan firman Allah tersebut. Namun ada yang dilupakan, yatu mempelajarai sirah Rasulullah saw.
Kerancuan bisa terjadi saat berbenturnya adat kebiasaan dan tradisi di masyarakat tersehut dengan tuntunan ajaran Islam yang telah ditetapkan Allah dan Rasulnya dan telah disepakati pula oleh para ulama melalui upaya ijtihad mereka. Akhirnya banyak yang melaksanakan sesuatu dalam Islam, tanpa ilmu dan dalil syara’ yang shahih dan sharih.
Sehingga timbul fenomena bercampurnya “aqidah” dengan khurafat, bid’ah dan tahayyul. Tradisi rnemperingati Maulid Nabi adalah sebuah tradisi Islami yang sangat bermanfaat bagi kaum muslimin. Dalam acara-acara peringatan Maulid Nabi dapat didengarkan dan dihayati segala hal yang disampaikan tentang suri tauladan dalam kehidupan Rasulullah saw, dan menambah pemahaman terhadap ajaran agama (Islam) akan semakin dalam. Allah berfirman:

 “Dan barangsiapa yang mentaati Allah  dan Rasul, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah yaitu para anbiya’, Shiddiqin, Syuhada’ dan Shalihin. Dan mereka itulah sebaik-baik teman.” (Q.S. An Nisaa’ 69).

Napak Tilas Sirah Nabawiyah.

“Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaum-mu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (Q.S.9, At Taubah: 128).

Kelahiran Nabi Muhammad SAW

Rasulullah SAW dilahirkan di tengah keluarga Bani Hasyim di Makkah pada hari Senin pagi, 12 Rabi’ul Awwal, permulaan tahun dan peristiwa gajah, dan empat puluh tahun setelah kekuasaan Kisra Anusyirwan, atau bertepatan dengan tanggal 20 atau 22 April tahun 571 M.4
Beliau lahir di bulan Rabi’ul Awwal (musim bunga), nama beliau Muhammad (yang terpuji), ayahnya Abdullah (hamba Allah), ibunya Aminah (yang memberi rasa aman), kakeknya Abdul
Muthallib bergelar Syaibah (orang tua yang bijaksana), yang membantu ibunya melahirkan bernama Asy-Syifa’ (yang sempurna dan sehat), yang menyusukannya adalah Halimah As-Sa’diyah (yang lapang dada dan mujur). Semua mengisyaratkan keistimewaan berkaitan erat dengan kepribadian Nabi Muhammad SAW.

Masa Remaja dan Dewasa
Pada awal masa remajanya, Rasulullah SAW biasa mengembala kambing di kalangan Bani Sa’d.
Pada usia dua puluh lima tahun, seorang saudagar kaya bernama Khadijah binti Khuwaylid bin Asad mendengar tentang kejujuran, kredibilitas dan kemuliaan akhlaq beliau. Khadijah mengirim utusan menawarkan kepada Muhammad SAW untuk bersedia berangkat ke Syam guna menjalankan barang dagangannya. Muhammad SAW menerima tawaran itu. Maka beliau berangkat ke Syam untuk berdagang dengan disertai Maisarah.
Dua bulan sepulang beliau dari negeri Syam, melalui sahabatnya Nafisah binti Munyah, maka
Khadijah meminang Muhammad SAW untuk menikah dengan Siti Khadijah. Mas kawinnya dengan dua puluh ekor onta muda. Putra Muhammad SAW, selain Ibrahim yang dilahirkan dari Maria Al Qibthiyah, semuanya dilahirkan dari Siti Khadijah r.a. Yang Pertama adalah Al-Qasim, kemudian Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum, Fatimah dan Abdullah bergelar Ath-Thayyib dan Ath-Thair.
Semua putra beliau meninggal dunia selagi masih kecil. Semua putri beliau sempat menjumpai Islam, dan mereka masuk Islam serta ikut hijrah, dan meninggal dunia selagi Rasulullah SAW masih hidup, kecuali Fathimah. Fathimah meninggal dunia selang enam bulan sepeninggalan beliau.

Nubuwwah dan Risalah (pengangkatan menjadi Nabi)
Di saat Umur Rasulullah SAW genap empat puluh tahun, suatu awal kematangan, mulailah tampaktampak tanda-tanda nubuwwah pada diri beliau. Di antara tanda-tanda itu adalah mimpi hakiki, selama enam bulan berturut-turut menyerupai fajar subuh yang menyingsing. Mimpi ini termasuk salah satu bagian dari empat puluh enam bagian dari Nubuwwah.
Akhimya pada bulan Ramadhan pada tahun ketiga dari masa pengasingan di gua Hira, Allah
berkehendak untuk melimpahkan rahmat-Nya kepada penghuni bumi, memuliakan beliau dengan nubuwwah dan menurunkan Malaikat Jibril kepada beliau sambil membawa ayat-ayat Al Qur’an (Al-‘Alaq: 1- 5).5 Kemudian turunlah wahyu Ilahi yang memuat pesan-pesan untuk melaksanakan Dakwah kepada Allah SWT. Allah SWT berfirman surat Al-Muddatstsir ayat 1-7.
Tujuan perintah di atas diantaranya :
1.        Memberi peringatan, agar siapa saja yang melanggar apa-apa yang telah diperintahkan dan dilarang serta tidak diridhoi oleh Allah SWT diberikan peringatan, bahwa akibat dari pelanggaran tersebut mengakibatkan azab Allah SWT yang sangat pedih dan dahsyat.
2.        Perintah mengagungkan Rabb, Allah SWT, agar siapapun yang menyombongkan diri di atas hamparan bumi Allah, mengetahui dan diberi peringatan bahwa kesombongan itu akan menyeretnya ke dalam kehancuran dan murka Allah. Kesombongannya akan punah, sehingga tidak ada kebesaran yang tersisa di dunia selain kebesaran Allah SWT.
3.        Perintah membersihkan pakaian atau meninggalkan perbuatan dosa, agar kesucian lahir batin benar-benar tercapai, agar jiwa selalu suci, sehingga mendapatkan pancaran cahaya Ilahi yang penuh dengan hidayah Allah SWT, dan jadilah ia hamba Allah yang taat.
4.        Larangan mengharap yang lebih banyak dari apa yang diberikan, agar seseorang tidak menganggap perbuatan dan usahanya sesuatu yang besar lagi hebat, dan agar seseorang terus berbuat (terutama dalam Dakwah dan amal Islamiyah), kemudian menyatakan perasaannya di hadapan Allah, bahwa apa yang telah ia perbuat dan berikan untuk kepentingan Islam belum seberapa dan belum apa-apa.
5.        Dalam ayat terakhir terdapat isyarat tentang kendala dan rintangan yang akan dihadapi dalam melaksanakan perintah Allah dan dalam melaksanakan Syi’ar Islam dan Dakwah. Agar selalu bermohon kepada Allah SWT dan agar selalu sabar dan tabah dalam menghadapi semua itu dengan terus meminta pertolongan dan berlindung kepada-Nya serta memohon hidayah, taufiq dan ridho-Nya.

Setelah mendapatkan perintah ini, Rasulullah SAW bangkit dan setelah itu, selama dua puluh lima tahun beliau tidak pernah istirahat dan diam. Beliau bangkit untuk berdakwah. Beliau tidak pernah mengeluh apalagi berputus asa dalam melaksanakan misi dakwah ini. Demikianlah beliau, semoga Allah SWT selalu melimpahkan shalawat serta salam atas beliau dan keluarga serta sahabat dan siapa saja yang tetap selalu konsisten dan konsekuen dalam melaksanakan serta meneruskan misi suci yang beliau bawa, amin.

Wafatnya Rasulullah SAW.

Detik-detik terakhir dari hidup Rasulullah SAW, beliau masih sempat bersiwak yang dilakukan oleh Abdurrahman bin Abu Bakar. Di dekat pembaringan beliau ada bejana berisi air. Beliau mencelupkan kedua tangan lalu mengusapkannya ke wajah sambil bersabda, “Tiada Tuhan selain Allah. Sesungguhnya kematian itu ada sekaratnya.” Seusai bersiwak, beliau mengangkat tangan, mengarahkan pandangan ke arah langit-langit rumah dan bibir beliau bergerak-gerak. Sayyidah Aisyah masih sempat mendengar ucapan beliau saat itu, “bersama orang-orang yang Engkau beri nikmat atas mereka para Nabi, Shiddiqin, Syuhada dan Sholihin. Ya Allah, ampunilah dosaku, dan rahmatilah aku. Pertemukanlah aku dengan kekasih Yang Maha Tinggi, Ya Allah, kekasih Yang Maha Tinggi.

Kalimat yang terakhir ini diulangi hingga tiga kali yang disusul dengan tangan beliau yang melemah.  “Inna Lillahi wa Inna Ilaihi Raji’uun.” Beliau telah berpulang kepada kekasih Yang Maha Tinggi. Hal ini terjadi selagi waktu dhuha sudah terasa panas, pada hari Senin tanggal 12 Rabiul Awwal 11 H, dalam usia enam puluh tiga tahun lebih empat hari.

Refleksi Peringatan Maulid Upaya Meneladani Rasulullah SAW

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah SAW itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu)bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangannya) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allalt (zikrullah). (Q.S. Al Ahzab: 21)
Tradisi Peringatan Maulid Nabi SAW sudah bukan hal yang asing lagi di beberapa negara Islam. Yang jelas pada zaman Nabi SAW hingga Khulafaurrasyidin perayaan tersebut belum ada.
Memperingati Maulid Nabi SAW haruslah diinsyafi bukan sekedar kegiatan ritual keagamaan yang telah menjadi tradisi, namun makna hakiki dan peningatan itu hendaklah ditujukan kearah intropeksi total diri sendiri, guna meningkatkan kualitas hidup beragama, beribadah, dan bermasyarakat.
Salah satu refleksi dan peringatan maulid adalah mengenang serta mengambil keteladanan Nabi
Muhammad SAW yang telah mengentaskan ummat manusia dan lembah kemiskinan. Kemiskinan yang tidak saja berarti kekurangan harta benda namun lebih dan itu beliau telah menyelamatkan manusia dari jurang kemiskinan ilmu, mental (akhlak) maupun spritual (hakekat uluhiyah dan rububiyah).

Muhammad Mengentaskan Mereka yang Miskin Harta

Dalam mengentaskan kemiskinan harta Nabi Muhammad SAW lebih melihat kepada usaha individu dengan memberi bibit untuk ditanam bukan menyediakan nasi untuk dimakan. Inilah petunjuk yang tersirat dalam beberapa sabda Rasulullah SAW. : Bekerjalah kamu untuk duniamu seakan-akan-akan hidup selamanya dan berusahalah kamu untuk akhiratmu seakan-akan kamu akan mati esok hari. (H.R. Ibnu ‘Asakir)
Dalam kehidupannya Rasulullah telah memberi contoh, dimana beliau tidak pernah menolak pengemis yang datang ke rumahnya. Bahkan seringkali para pengemis diberi bibit kurma untuk ditanam sehingga sang pengemis bisa memberi makan anak cucunya. Kepada mereka yang berusaha bekerja Rasulullah sangat menghargai, dimana etos kerja da-lam Islam merupakan manifestasi kepercayaan muslim yang memiliki kaitan dengan tujuan hidup yaitu ridha Allah SWT.

Nabi Muhammad SAW Mengentaskan Mereka yang Miskin Ilmu

Sebelum kedatangan Islam lebih dari 2/3 penduduk bumi buta huruf karena tidak adanya motivator yang memompakan semangat keilmuan kepada ummat. Maka bertebaranlah kelompokkelompok masyarakat yang miskin ilmu. Rasulullah SAW memberikan dorongan "Barangsiapa yang menginginkan dunia haruslah dengan ilmu, dan barang siapa yajig menginginkan akhirat haruslah dengan ilmu, dan barang siapa yang menginginkan kedua-keduanya haruslah dengan ilmu". (H.R. Murrafaqun ‘Alaih)
Dengan membeberkan fadlilah-fadlilah ilmu dan orang-orang yang berilmu. Rasulullah mulai mengentaskan ummat dan kemiskinan ilmu. Dengan ilmu orang dianggap sebagai pewaris Nabi dan dengan ilmu kebahagiaan di dunia dan akhirat bisa di raih.

Nabi Muhammad SAW Mengentaskan Miskin Mental
Kesehatan mental adalah salah satu kunci kebahagiaan. Apabila jiwa atau mental sehat, dengan sendirinya akan memancar bayangan kesehatan itu pada perilaku kehidupan sehari-hari. Kedatangan Muhammad SAW dengan Risalah Islamiyahnya merupakan suatu anugerah bagi ummat manusia, dimana Nabi Muhammad SAW telah berhasil membawa masyarakat jahiliyah sang miskin jiwa menjadi masyarakat yang luhur, berakhlak. memiliki sopan santun dan tata krama dalam pergaulan dan penuh peradaban. Untuk mengentaskan dan mengobati kemiskinan jiwa Rasulullah menganjurkan 4 perkara yang harus dibiasakan.
Syaja‘ah artinya berani pada kebenaran dan takut pada kesalahan dan dosa. Iffah artinya pandai menjaga kehormatan diri lahiriah dan batiniyah. Hikmah artinya tahu rahasia diri dan pengalaman hidup ‘Adalah artinya adil walaupun pada diri sendiri.
“Syajaah” mempunyai dua pinggir, pinggir sebelah atas terlalu panas, disebut Tahawwun (membabi buta). Sedangkan pinggir sebelah bawah terlalu dingin disebut jubun “pengecut”. “Iffah “juga mempunyai dua sisi pinggir yang terlalu panas yaitu “Syarah “, artinya tak ada kunci, obral, bocor, belum diajak bicara sudah tertawa. Adapun pinggir satu lagi terlalu dingin, itulah “Khumud” tidak peduli (cuek).
“Hikmah “ juga punya dua pinggiran, pinggiran atas terlalu panas itulah “Safah“, artinya tergesa-gesa menjatuhkan hukuman atas sebuah perkara, terlalu cepat menilai. Pinggir bawah terlalu dingin, yaitu “Balah” dongak, dungu, kosong pikiran, tolol, sudah diajani berkali-kali tidak mengerti. Adalah mempunyai dua pinggir juga, sebelah atas terlalu panas ialah “Sadis”, dzalim, aniaya. Pinggir sebelah bawah terlalu digin ialah “Muhanah” hina hati walaupun berkali-kali teraniaya tidak bangun-bangun semangatnya.

Refleksi Peringatan Maulid Sebagai Upaya Meneladani Rasulullah SAW
وَإنِكَّ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ
Sesungguhnya engkau (Muhammad) adalah lambang keluhuran budi pekerti. (Q.S. Al-Qolam 4)
Muhammad SAW adalah figur teladan yang diidolakan kaum muslimin. Setiap langkahnya yang
selalu dibawah kontrol Ilahi adalah mutiara berharga, menjadi landasan perhitungan akhlak bagi ummatnya, untuk berbuat dan juga merupakan hukum yang ditaati.
Sebagai seorang manusia, Muhammad SAW juga tidak lepas dan kekhilafan atau berbuat salah.
Sebagai lanjutan dan refleksi peringatan maulid, ada baiknya untuk kembali menelaah beberapa sifat terpuji Rasul yang harus diikuti oleh ummatnya.

Orang Mukmin Harus Kuat
Salah satu sifat terpuji yang diajarkan Nabi Muhammad SAW kepada ummatnya adalah seorang mukmin haruslah kuat. Sebagaimana tergambar dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim : “Orang mukmin yang kuat adalah lebih baik dan lebih dikasihi Allah daripada mereka yang lemah. Maka lakukanlah sesuatu amal yang bermanfaat bagimu, dan minta tolonglah selalu kepada Allah. Jangan melemah sehingga jika kamu sedang tertimpa musibah, jangan katakan kulau tadi aku berbuat begini, maka akibatnya akan lain. Tapi katakanlah semuanya terjadi karena memang sudah menjadi taqdir dan kehendak Allah SWT Karena sesungguhn kata "jika/kalau ” akan membuka kesempatan setan untuk memperalatinu. (H. R. Muslim)

Hadits di atas jelas memerintahkan kepada kita kaum muslimin untuk tidak bersikap lemah sehingga menjadi alasan untuk tidak dapat berbuat secara maksimal. Dan Mukmin yang kuat dicintai Allah karena kesempatan untuk banyak berbuat baik lebih besar dari pada mereka yang lemah.
Kata kuat dalam hadist di atas juga dibarengi dengan selalu minta pertolongan kepada Allah. Karena bagaimanapun kuatnya seseorang, masih tetap dalam batas-batas kemanusiaan, dalam arti tidak mustahil kekuatan seseorang tidak membuahkan hasil. Untuk itu seseorang dalam berbuat harus diimbangi do’a. Imbang dalam arti tidak harus sama, supaya tidak menyesal kemudian. Kalau berhasil bukan berarti atas usaha sendiri, kalau gagal tidak menyesali perbuatan yang telah dilakukan. Bahkan akan berkata “semua telah menjadi keputusan Ilahi, apapun takdir itu, merupakan keputusan terbaik”.

Orang Mukmin Harus Bersifat Kasih Sayang (Cinta)

Seluruh sifat Rasul SAW merupakan suri tauladan bagi ummatnya. Salah satunya adalah sifat kasih sayang (cinta). Cinta rasul adalah merupakan cinta murni. Cinta yang bersumber dari Allah dan menuju keridhoan Allah.
a. Cinta Terhadap Anak
Kasih sayang atau cinta manusia kepada anaknya merupakan fitrah yang ditanamkan Allah dalam dada mereka. Bahkan Ar-Rahmah yang berarti kasih sayang itu merupakan sifat Allah yang selalu kita sebut-sebut setiap hari yaitu Ar-Rahman Ar-Rahim. Diriwayatkan dalam sebuah hadist bahwa Rasulullah SAW mencium cucu beliau yaitu Hasan dan Husein, maka berkatalah Al-Akra bin Khabis yang kebetulan ada disisi Rasul “aku punya sepuluh anak, tetapi belum pcrnah aku mencium seorangpun diantara mereka selama hidupku”, kemudian Rasul memandang tajam kepadanya seraya bersabda
“barang siapa yang tidak menaruh kasih sayang, ia tidak dianugerahi rahmat kasih sayang”. (H.R. Bukhan Muslim)
b. Cinta Terhadap Tetangga
Ukuran bahagia bagi masyarakat materialis adalah apabila seseorang terpenuhi kebutuhan materinya. Walaupun orang lain dalam keadaan kekurangan atau menderita. Bagi seonang muslim bahagia atau menderita dilihat dan sudut spritual dan keimanan, yaitu sebuah kebahagiaan dengan kebahagiaan orang lain dan penderitaan dengan penderitaan orang lain pula.
Karena kasih sayang merupakan kewajiban syara’ apabila tidak dilaksanakan berdosa. Sebagai-mana sabda Rasul SAW : "Tidaklah beriman seseorang dan kamu, sehingga ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dir sendini.” (H.R. Bukhari Muslim)
Jadi Islam tidak membenarkan pepatah barat yang berbunyi Lough The World Loughs With You.
Weep You Weep Alone (Tersenyumlah, dunia akan tersenyum bersamamu. Menangislah kamu akan menangis sendirian.”
c. Cinta Terhadap Yatim Piatu
Keluhuran budi Rasulullah SAW terhadap yatim piatu telah tercatat dalam sejarah kemanusiaan yang tidak ada bandingannya sebagai suri tauladan bagi ummat manusia yang menelusuri penjalanan hidup ini. Terutama yang dialami oleh anak yatim piatu dengan berbagai macam cobaan dan penderitaan serta kepedihan hidup, mereka tidak pemah merasakan kasih sayang orang tuanya sehingga Rasul SAW menjanjikan bagi orang yang menyantuni mereka dengan kasih sayang, kelak ia akan dituntun sampai pintu gerbang syurga di yaumil akhir. Begitu juga mereka yang menzalimi atau menghardik mereka kelak akan mendapat balasan yang setimpal.
Allah berfirman “Tahukah engkau onang yang mendustakan agama itu? dialah yang menghardik anak yatim dan tidak menganjurkan membeni makan kepada onang miskin.“ (Q.S. Al-Ma’un :1-3)
d. Cinta Terhadap Binatang
Misi Rasulullah SAW bukan hanya untuk ummat manusia. Hal ini terlihat dan sikap Rasul SAW
terhadap makhluk lain (binatang/hewan) yang mana dianggap sebagai makhluk juga seperti kita ummat manusia Makanya Rasulullah SAW marah kepada seorang perempuan yang mengurung kucingnya sebagaimana tergambar dalam hadist: “Ibnu Umar r. a. berkata, Rasulullah SAW bersabda : Seorang perempuan telah disiksa karena kucing pang telah dikurungnya mati. Maka ia masuk kedalam neraka. Karena ketika Ia mengurungnya tidak diberinya makan dan tidak dilepaskan untuk mencari makan sendiri dari binatang-binatang merayap yang menjadi makanannya.(H. R. Bukhari Muslim).
Sebuah cerita yang juga diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dan Ibnu Umar, bahwa “Ibnu Umar berjalan bertemu dengan pemuda-pemuda Quraisy yang sedang meletakkan burung sebagai sasaran latihan memanah. Ketika mereka melihat Ibnu Umar, maka berpencarlah mereka. Ibnu Umar bertanya, siapakah yang berbuat ini? Allah melaknat siapa yang menggunakan binatang bernyawa untuk dijadikan sasaran.” (HR. Bukhari Muslim)

Nabi Muhammad SAW Rahmatan Lil ‘Alamin
وَمَا أرَْسَلْناَكَ إلِّ رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
 “Dan tidaklah Kami mengutus engkau (wahai muhammad), melainkan untuk rnenjadi rahmat bagi sekaIian alam” (Q.S. al- Anbiyaa’ : 107)

Tiada seorangpun yang dapat meragukan keagungan pribadi Rasulullah SAW., kepribadian yang dijadikan contoh teladan dalam segala hal. Rasulullah sebagai seorang suami yang teladan, sebagai ayah teladan, sebagai guru teladan, sebagai tokoh teladan, sebagai abli strategi teladan, sebagai ahli ekonomi teladan, sebagai pejuang hak-bak asasi manusia teladan, dan sebagai kepala negara yang te1adan.
Keteladanan di atas keteladanan yang ada. Keteladan yang mampu rnerubah situasi dan kondisi masyarakat. Keteladan yang mampu mereformasi sistem dan tatanan yang ada, ke arah yang lebih baik dan tujuan yang mulia; baldatun thayyibatun wa rabbun ghafuur (negeri yanq makmur dan penuh ampunan Tuhan).
Nilai-nilai keteladanan tersebut hendaknya menjadi warisan yang paling berharga dari Rasulullah kepada kita ummat manusia, tanpa terkecuali. Siapapun kita, apapun pangkat kita dan dimanapun kita berada, warisan tersebut hendaknya menjadi hiasan hidup kita, sekaligus amanah yang berada dipundak kita.
Setiap langkah yang kita ayunkan, setiap nawaitu yang kita bulatkan, setiap pernyataan yang kita ikrarkan dan setiap perbuatan yang kita lakukan merupakan cerminan dan keteladanian dari Rasu1ulIah saw. yang kemudian kita terapkan dalam kehidupan.
Diutusnya Rassulullah ketengah umat rnanusia dengan segala keteladanan yang beliau miliki, pada hakekatnya adalah “rahmat” Allah bagi sekalian alam; manusianya, jinnya dan makhluk-makhluk Allah lainnya. Dan dengan rahwat Allah-lah segala permasalahan dapat teratasi. Denqan rahmat Allah pula lah semua kesengsaraan hidup akan terselesaikan.
Barangsiapa yang dapat menerirna rahmat tersebut dan bersyukur kepada Allah atas rahmat yang diberikan. ia akan berbahagia di dunia dan di akhirat. Barangsiapa yang menolak dan mengingkarinya, ia akan merasakan kerugian yang besar di dunia dan di akhirat. Allah SWT berfirman:
“Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang telah menukar nikmat Allah dengan kekafiran dan menjatuhkan kaumnnya ke lembah kebinasaan? Yaitu neraka jahannam, mereka masuk kedalamnya, dan itulah seburuk-buruknya tempat kediaman.” (Q.S Ibrahim: 28-29)
Keberadaan Rasulullah sebagai rahmat dari Allah, tentulah tidak akan kita sia-siakan begitu saja.
Mengikuti jejak beliau adalah suatu keharusan dan mutlak dilaksanakan; baik perkataan maupun
perbuatan, baik perintah maupun larangan. Karena kesemuanya itu adalah rnerupakan wahyu dari Allah, bukan emosi atau hawa nafsu. Karena tiada yang Rasulullah saw. lakukan dan ucapkan melainkan mengikuti apa yang diwahyukan Allah kepadanya. Allah SWT berfirrnan:
“Katakanlah, “Aku bukanlah rasul pertama di antara rasu1-ragul. Aku tidak rnengetahui apa yang akan diperbuat terhadapku dan tidak (pula) terhadapmu. Aku tidak lain hanyalah mengikuti apa yang diwahyukan kepadaku dan aku tidak lain hanyalah seorang pemberi peringatan yang menjelaskan.” (Q.S.Al Ahqaaf: 9)

Tentunya kita tidak akan memahami keberadaan Rasu1uIIah dengan sebenarnya jika kita tidak memahami isi Al-Qur’an dan sunnah Rasul, serta segala hal yang bersangkutan dengan sirah (sejarah hidup) Rasulullah. Karena A1-Qur’an adalah hiasan hidup keseharian Rasu1uIIah SAW. Tidak ada satupun ayat dari Al Qur’an yang terlewatkan melainkan Rasulullah saw. merupakan gambaran nyata darinya. Rasu1ullah adalah “Al-Qur’an” yang berjalan di atas muka bumi ini. Dalam sebuah hadits disebutkan: “(Ketika ‘Aisyah r.a. ditanya tentang akhlak Rasu1ullah saw., maka dia menjawab, “akhlaknya adalah Al-Qur’an”. (H.R. Abu Dawud dan Muslim)
Dengan demikian, orang yang jauh dari Al-Qur’an berarti ia jauh dari Rasu1ullah; dan orang yang jauh dari Rasu1ullah berarti ia tidak mau menerima rahmat Allah; berarti ia lebih menginginkan hidup dalam kesengsaraan, ingin memiliki jiwa yang kerdil, fikiran yang negatif dan tidak berkeinginan untuk menyelesaikan segala permasalahan hidup yang dihadapi dengan tuntunan rahmat Allah dan ajaran Rasulullah saw.
Agar rahmat tersebut dapat kita raih, maka hendaklah baca Al-Qur’an sebaik-baiknya, memaharni isinya, menghayati nilai-nilai yang terkandung di dalamnya untuk kemudian diamalkan dalam kehidupan kita sehari-hari sebagairnana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw., sang pembawa rahmat. Dengan Al-Qur’an jalan hidup kita menjadi terang, segala kabut tebal akan hilang, segala kemelut akan sirna, segala krisis akan lenyap, segala permasalahan akan ada pemecahannya yang terbaik bagi setiap individu, juga terbaik untuk setiap kelompok rnasyarakat; terbaik bagi kepentingan umat manusia.
Firman Allah: “Sesungguhnya Al-Qur’an ini membe-rikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orangorang mukmin yang mengerjakan amal shaleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.” (Q.S Al– Isra’ : 9)
Orang -orang yang kosong hatinya dari Al Qur’an, bagaikan rumah tua yang telah rapuh dan lapuk tiada berguna dan bermanfaat.
Dengan memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW. diharapkan menjadi langkah yang positif untuk memahami hakikat risalah Islam yang hanif; langkah positif untuk menghayati dan mengamalkan Al-Qur’an dengan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya; langkah positif untuk mendapatkan rahmat Allah. Sebesar keinsafan yang ada, sebesar itu pula keberuntungan yang akan diperoleh; dan sebesar itu pula rahmat Allah dapat dicapai.

Meneladani Nabi SAW

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladari yang baik bagi kalian (yaitu) bagi orangorang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia dia banyak menyebut Allah (QS. Al Ahzab : 21)

Ayat di atas merupakan petunjuk dalam meneladani Rasulullah saw. balk dalam ucapan, perbuatan, maupun prilakunya. Meneladani Rasulullah SAW. berarti mentaati dan menyintainya.
Hal ini sudah menjadi kewajiban yang harus dilakukan setiap muslim selaku umatnya. Namun ayat di atas lebih menekankan bahwa yang dapat meneladani suri teladan yang ada pada diri Rasulullah SAW adalah orang-orang yang senantiasa mengharap rahmat Allah, mengharap keselamatan di hari kiamat dan orang-orang yang melanggengkan zikir, baik berzikir dengan lidahnya maupun dalam hatinya.
Bagi seorang muslim yang mengharap rahmat Allah, maka ia akan selalu menghambakan dirinya kepada Allah. Perintah Allah senantiasa ia jaga dan laksanakan, sehingga dirinya terhindar dan melakukan apa yang dilarang oleh Allah SWT. Dalam Firman Allah disebutkan bahwa apabila seseorang ingin mencintai Allah maka haruslah ia mengikuti apa yang dibawa dan diajarkan Rasulullah SAW.
Karena dengan mengikuti atau meneladani Rasulullah, niscaya Allah akan mencintai dan mengasihinya bahkan menghapus dosa-dosa yang ada padanya.
Rasulullah SAW. diutus oleh Allah kepada segenap manusia dengan membawa wahyu yang Allah turunkan kepadanya adalah sebagai penyeru kebenaran, pembawa berita gembira sekaligus pemberi peringatan. Maka dalam upaya mengikuti ajaran beliau, setidaknya salah satu dan sifat beliau ada dalam diri seorang muslim. Dan di antara sifat mulia yang beliau miliki adalah sifat shidiq. Karena sifat shidiq, Rasulullah SAW. diberi gelar Al Amin (orang yang dapat dipercaya).
Shidiq (as shidqu) artinya benar atau jujur, lawan dan dusta atau bohong (al kidzbu). Seorang muslim dituntut memiliki sifat shidiq; dalam keadaan benar lahir maupun batin. Sifat shidiq yang utama dan harus dimiliki minimal ada tiga:
Shidqul qalb, yaitu benar hati atau kejujuran hati nurani. Kejujuran hati nurani dapat dicapai jika hati dihiasi dengan iman kepada Allah SWT dan bersih dan segala macam penyakit hati. Sifat ini akan mencapai kematangannya apabila didukung dengan sifat ihsan.
Shidqul hadits, yaitu benar atau jujur dalam ucapan dan perkataan. Seseorang dapat dikatakan jujur dalam perkataan apabila semua yang diucapkannya adalah suatu kebenaran bukan kebatilan. Artinya, bisa jadi seseorang tidak berdusta dalam ucapannya, tetapi apa yang ia ucapkan itu adalah sesuatu yang batil atau dimurkai Allah SWT.
Seperti membicarakan aib onang lain atau pembicaraan yang mengakibatkan timbulnya suatu fitnah. dan semisalnya.
Shidqul ‘amal, yaitu benar perbuatan atau beramal shaleh. Yang dimaksud benar dalam perbuatan adalah apabila semua Yang dilakukan sesuai dengan syari’at Islam.
Sifat shidiq akan mengantarkan seseorang ke pintu gerbang kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat. Karenanya Rasulullah SAW. Memerintahkan setiap muslim untuk bersikap shidiq dalam segala hal di antaranya dalam tiga hal di alas. Sebagaimana Firman Allah dalam surat Al Baqarah ayat 177.
Rasulullah saw bersabda: "Hendaklah kamu semua bersikap jujur, karena kejujuran membawa kepada kebaikan dan kebaikan membawa ke surga. Seseorang sang telah jujur dan mencari kejujuran akan ditulis oleh Allah sebaqai seorarig yang jujur (shidiq). Dan jauhilah sifat bohong, karena kebohongan membawa kepada kejahatan, dan kejahatan membawa ke neraka. Oranq yang se1a1u berbohonq dan mencari-cari kebohongan, akan ditulis oleh Allah sebaqai pembohonq (kadzdzab)". (HR. Bukhari).
Kemudian, selain tiga perkara shidiq di alas, ada sifat shidiq yang lain yang harus pula dimiliki. Shidqul mu‘amalah atau benar pergaulan. Seorang muslim akan selalu benar dalam bermu‘amalah atau dalam berinteraksi sosial, baik dalam masyarakat maupun dalam keluarganya. Orang-orang shidiq dalam bermu’amalah sangat jauh dari sifat sombong dan riya’. Segala sesuatu dilakukannya alas dasar (nawaytu) lillahi ta‘ala, bukan karena orang lain, seperti karena ingin di sanjung atau pamer. Sikap ini ia lakukan kepada siapa saja tanpa memandang seseorang karena kekayaannya, kedudukannya atau status lainnya.
Allah SWT berfirman: “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua ibu bapak, karib kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan sahayamu.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri. “(Q.S. An Nisaa’ 36)
Shidqul ‘azam atau benar kemauan. Sebelum melakukan sesuatu. seorang muslim harus mempertimbang-kannya secara matang terlebih dahulu, apakah yang akan ia lakukan itu benar dan bermanfaat atau malah sebaliknya. Apabila yang akan dilakukan itu diyakini kebenarannya. maka hal itu ia lakukan dengan bertawakkal kepada Allah SWT dan tidak menghiraukan suara-suara yang mencelanya atau komentar-komentar negatif laimwa. Karena, jika ia meng-hiraukan semua komentar orang, maka apa yang tadinya telah diyakini untuk ia lakukan, bisa saja tidak jadi ia lakukan. Hal ini bukan berarti seorang muslim harus menolak atau meng-abaikan semua kritik yang diajukan kepada dirinya, asal kritik tersebut argumentatif dan konstruktif serta edukatif. Allah SWT berfirman “Apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. “(Q.S. Ali Imran:159)
Sifat shidiq adalah “tambang emas” dalam diri seseorang yang sangat berharga. Dan sifat inilah yang dijadikan standar kepercayaan orang lain kepadanya. Apabila seseorang telah kehilangan sifat shidiq, maka hilanglah arti dirinya, karena tiada yang mau mempercayainya.

Allahu a‘lam bishawab.
Catatan Kaki :
1 Dalam Kitab Ar Rahiq Al Makhtum, karangan Syaikh Shafiyyur Rahman Al-Mubarakfury.
2 (Sebagian ulama tarikh berpendapat bahwa beliau lahir pada subuh/pagi Senin tanggal 9 Rabiul Awwal tahun Fil pertama, sebagaimana pentahkikan yang dilakukan para ahli astronomi/ulama falak, seperti Syeikh Mahmud Fasya al Falaky, Muhammad Sulaiman Al Manshurfury dan Mahmud Basya (Kitab Ar Rahiq Al-Makhtum karya Syaikh Shafiyyurrahman Al Mubarakfury & Buku Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad saw. karya K.H. Moenawar Chalil).
3 Prof. Dr. Nourouzzaman Shiddiqi. MA. mengatakan bahwa tradisi dan isi perayaan Mulid seperti yang diselenggarakan di hampir semua masyarakat muslim sekarang ini adalah keputusan yang ditetapkan Sultan Shalahuddin al Ayyubi yang memerintah Mesir dan Syiria pada tahun-tahun 564/1169-589/1193 (Jeram-Jeram Peradaban Muslim. 1996)
4 Berdasarkan penelitian Ulama terkenal, Muhammad Sulaiman AI-Manshurfury dan peneliti astronomi Mahmud Basya.
5 Hal ini juga disebutkan oleh Imam Ibnu Hajal Al Asqalani dalam kitabnya Fathul Bary.

0 komentar:

Posting Komentar